Preparing something to survive in Bandung
Minggu, 16 Juni 2014
Malam
ini aku kembali melihat koper Poloku yang sudah ku isi dengan berbagai macam
barang keperluan untukku di Bandung nanti. Aku kembali menarik koperku dari
bawah meja belajar. Kembali aku periksa isi koperku yang sudah amat penuh dan
seperti tidak bisa terisi barang lagi. Aku sedikit ragu, aku kembali menatapnya
yang memang sudah penuh terisi. Ingin sekali aku tambahkan beberapa barang ke
dalamnya, tapi rasanya tidak mungkin. Aku seperti kehabisan cara. Aku bawa si
Polo ke ruang tv, ada ibuku dan adikku sedang makan malam. Ibuku diam-diam
melirik ke arah koperku, lalu berkata, “Ntar ibu check dan beresin lagi
barang-barangnya.”
Selesai
makan ibu langsung memeriksa isi koperku, aku rasa pemeriksaan ini terjadi
untuk yang kedua kalinya setelah kamarku digeledah habis-habisan sama ibu,
mulai dari rak kecil, rak alat tulis, hingga meja belajar. Menurutku, ibu jago
banget deh kalo untuk memilah-milah barang dan membereskannya hingga kamarku
terasa lebih rapi dan teratur. Hhmm… ibuku mengeluarkan baju Shaun The Sheepku.
“Baju udah buluk kok dibawa?” Apa? Kayak
gini dibilang buluk? Tapi memang sedikit buluk sih. Apalagi ibuku seorang yang
pecinta kebersihan, pastinya baju yang sedikit buluk sudah dianggap buluk pake
bingit kali menurut ibuku. Yasudahlah, aku menurut saja sama kata-kata
ibuku. Aku mengeluarkan si buluk dari si Polo. Langsung saja, baju Shaun The
Sheepku itu aku ganti dengan baju yang lain.
Sudah
15 menit ibu memeriksa isi koperku dan aku kembali ke kamar untuk melihat tasku
Track-ku. Aku kembali memeriksa isi dari tas Track itu. Yang terpenting adalah
laptop dan berkas-berkas yang harus dibawa untuk daftar ulang nanti. Laptop
jangan sampai ketinggalan, karena laptop adalah salah satu alat untuk
menghilangkan kebosanan nanti (prediksiku sih) saat di asrama dan aku berharap
semoga aku tidak merasakan kebosanan yang berarti disana. Aamiin. Berkas jangan
sampai lupa! Gawat banget kalo sampai lupa, jadinya urgent gitulah bahasa
sekarangnya. Hahaha J Apa aku
harus bawa foto toraks yang besar itu? Ribet banget! Mau bawanya gimana coba?
Bawa koper sama tas gendong aja rasanya berat dan ribet banget apalagi bawa
foto toraks yang lebar? Lagian kata ibu yang terpentingkan surat keterangan
catatan kesehatan dan keterangan buta warna, jadi foto toraksnya nggak usah.
Yaudah, lagi-lagi aku menurut saja sama perkataan ibu. Dasar ya, anak baik J
Sebenarnya
yang masih aku pikirkan dan khawatirkan ada satu lagi. Surat rekomendasi bidik
misi dari sekolah yang menjadi salah satu syarat daftar ulang belum aku dapat.
Tetapi, untung sajalah Bu Gina, guru BK sekolahku yang baik hati itu mau
membuatkan surat itu untukku. Alhamdulillah Ya Allah :’) Jujur saja, beban yang
masih ada di kepalaku itu ketika salah satu persyaratan belum rampung
dikerjakan dan akhirnya ada yang mau membantu menyelesaikannya.
Sudah
jam 10 lebih. Aku harus segera tidur
agar esok bisa bangun dengan segar dan enerjik. Cielah, yang besok mau ke
Bandung J Aku rasa
ini adalah awal perjuanganku di tahun ini setelah aku menyelesaikan masa SMAku
dengan bahagia di SMAN 1 Serang. Aku anggap ini sebuah perjuangan karena aku
pergi ke Bandung tanpa didampingi oleh siapapun, hanya seorang diri. Walaupun
di Bandung nanti ada Rensie dan Mbak Ajeng, aku tidak mengandalkan bantuan
mereka meski ku tahu mereka baik. Aku ingin merasakan bagaimana hidup jauh
dengan orangtua, hidup lebih mandiri, hidup berbeda dengan SMA, dan hidup yang
lebih baik lagi. Aku belum bisa membayangkan saat di Bandung nanti. Apakah aku
begini atau begitu?
Komentar
Posting Komentar