Welcome Back, Bandung
Senin, 17 Juni 2014
Jam
menunjukkan pukul 5 pagi. Masih cukup pagi bagiku. Sambil menahan kantukku yang
masih ada, aku langsung menuju kamar mandi untuk wudhu lalu solat subuh.
Setelah solat subuh aku merasakan kantuk yang luar biasa, aku tidak dapat
menahannya lagi meski aku harus menarik napas panjang, tetap saja tidak bisa.
Aku memutuskan untuk tidur kembali, lumayan aku masih punya waktu sisa satu jam
untuk menghabiskan tidurku terakhir di rumah ini. Tidur terakhir??
Hari
ini adalah hari senin. So? Hari ini aku harus berangkat ke Bandung sendirian
untuk pertama kalinya. Bandung. Sendirian. Pertama. Kalinya. Ini adalah untuk
pertama kalinya aku pergi ke Bandung seorang diri. Waaah aku seperti orang yang
mau mengadu nasib ke kota-kota besar. Tidak. Oh jelas. Aku pergi bukan untuk
mengadu nasib tetapi untuk menimba ilmu. Bagiku ilmu adalah sumber kesuksesan
dan kebahagiaan. Ilmu yang bagaimana? Tentu saja, ilmu yang selain bermanfaat
untuk diri sendiri, orang lain juga merasakan atas ilmu yang telah kita dapat.
Dengan mantap aku memilih Institut Teknologi Bandung (ITB) sebagai sekolahku
selanjutnya dengan jurusan Sekolah Farmasi (SF).
Jam
6 aku bangun tidur kembali. Aku lihat adikku masih tidur, ku rasa dia tidak
sekolah. Memang sudah jadi kebiasaannya dia akan bangun siang jika hari libur.
Aku sudah mandi dan aku sudah siap berangkat. Adikku pun sudah bangun. Tumben
banget. Aku kira dia akan bangun tidur sekitar pukul 10an. Biasanya sih jam
segitu jika hari minggu ataupun hari libur. Mungkin dia ingat kalo hari ini
Mbak kesayangannya akan pergi jauh dari rumah untuk sebulan lamanya hehehe J
Teh
Siti pun sudah datang. Sebelum aku berangkat, ibu menyuruhku untuk berpamitan
padanya. Aku menuju ruang tv belakang, aku lihat Teh Siti sedang menyetrika
pakaian yang lumayan banyak. “Jangan lupa sama pesen Teh Siti, Nik,” ucapnya.
“Pesen yang waktu itu, the? Sip!” Setelah bersalaman dengan Teh Siti aku pun
menghampiri adikku yang sedang bermain game di tab yang baru dibelinya hari
Sabtu kemarin. “Dek, Mbak berangkat ke Bandung dulu, ya. Nanti jangan lupa
telpon Mbak. Jangan kangen sama Mbak, ya!”
Tak
lupa juga, aku pun berpamitan dengan tetangga baikku yang tinggal di sebelah
rumah, Mama Dilla. Aku dan ibuku menghampiri ke rumahnya lalu aku bersalaman
dengan, Mama Dilla atau Bu Jamilah. Setelah itu, saat ingin keluar dari pintu
pagar rumah Mama Dilla, aku melihat Mama Mitra di luar rumah dan melihatku
sudah berpakaian rapi serta melihat koperku yang besar. “Mbak, mau kemana ini?”
tanyanya. “Mau berangkat ke Bandung, Mama Mitra, doain ya semoga lancar…”
kataku sambil bersalaman dengannya.
Akhirnya
aku dan ibuku berangkat juga setelah berpamitan kepada orang terdekat seperti
Teh Siti dan Mama Dilla. Aku dibonceng ibu sambil aku memangku koperku yang
cukup besar dan memakan tempat ini. Aku berusaha menahan beratnya koper ini
agar aku bisa duduk seimbang dan tidak jatuh. Bismillahirrahmanirrahiim …
Setelah
kurang lebih 800 meter dalam perjalanan dari rumah, aku mengingat sesuatu. Ah!
Kado buat Bu Gina! Hhmm… mungkin udah aku taruh di dalam tas? Aku coba bilang
pada ibuku untuk memberhentikan motor sejenak lalu ibu memeriksa tas punggungku
yang ku letakkan di depan. “Ada nggak bu kadonya?” / “Nggak ada tuh.” Yaaah..
“Ya sudah, ibuk telpon Teh Siti biar kadonya dianter kesini,” kata ibu dengan
sigap. Setelah menunggu sekitar 10 menit, aku melihat dari kaca spion ada Teh
Siti, sudah mulai mendekat rupanya. “Ini Mbak kadonya,” kata Teh Siti. “Makasih
ya, teh. Hati-hati ya, pulangnya.”
Rencananya,
sebelum aku pergi ke terminal Pakupatan Serang, aku harus mampir ke sekolah
terlebih dahulu untuk mengambil surat rekomendasi Bidik Misi dari sekolah dan
harus mendapat tanda tangan dari Kepala Sekolah pula. Aku pun langsung masuk ke
dalam ruang BK dan ibuku lebih memilih untuk menunggu di dekat ruang TU saja.
Aku langsung menemui Bu Gina di dalam ruang BK, tetapi aku harus menunggu
terlebih dahulu karena suratnya belum ditandatangani oleh Pak Asep. Setelah menunggu
kurang lebih 15 menit akhirnya aku mendapatkan surat rekomendasi itu yang telah
ku tunggu-tunggu dan telah membuatku kebingungan selama 2 hari. Alhamdulillah…
akhirnya selesai juga dan lengkaplah sudah berkas-berkas yang aku miliki.
Saatnya tugas ibu selanjutnya adalah mengantarkanku ke terminal pakupatan
hehehe J
Kemarin
aku mengantarkan Mbak Ajeng dan Mbak Diah ke terminal Pakupatan dan hari ini
aku juga harus pergi ke terminal Pakupatan, bukan untuk mengantar tetapi aku
sendiri yang akan pergi ke Bandung. Ya! Aku harus bisa mandiri dan harus bisa
belajar hidup jauh dari orang tua, mulai hari ini!
Tidak
sulit mendapatkan bus dengan jurusan Bandung di terminal Pakupatan yang ramai
ini. Baru saja menunggu 5 menit di sini aku sudah mendapatkan bus dengan
jurusan Bandung yang terbaca di bagian depan bus. Hhmm tapi ini bis apa, ya?
Kok kayak bukan biasanya sih? Biasanya sih teman-temanku naik bis Arimbi atau
Bima Suci, tapi bis ini seperti tidak ber-merk. Ibuku seperti meragukan bus
ini. “Cari bus yang lain aja, ya? Bus apa ya, ini?” / “Nggak tau, buk. Busnya
nggak ber-merk ini. Tapi nggak apa-apa deh, yang penting jurusan Bandung. /
Udah sih cari bus yang lain aja. / Nggak apa-apa, buk. Nonik takut kalo
nanti-nanti malahan nggak ada bus dengan jurusan Bandung. Bus ini aja ya, buk.
/ Yaudah deh. Kini ibu hanya menurutiku. Aku juga sedikit takut jika bus tak
ber-merk ini melewati rute yang bukan biasanya, tapi Bismillah saja. Semoga aku
bisa sampai Bandung dengan selamat J Kenek itu
menghampiri kami lalu mengangkat koperku dan dimasukkannya ke dalam bagasi bus
itu. Aku berpamitan pada ibuku. Ibu tidak mengucapkan sepatah pesan apa pun
padaku. Aku langsung masuk ke dalam bus dan duduk di bangku yang hampir
belakang dekat ruang rokok. Kini aku berdo’a supaya aku bisa selamat sampai
tujuan, dilancarkan daftar ulangnya, dan aku bisa tidak ‘homesick’ terlalu lama
di Bandung nanti J Aamiin …
Komentar
Posting Komentar