Lalu, Untuk Siapa Hati Ini Dilabuhkan?
![]() |
sumber : www.google.com |
Jika
ada istilah jatuh cinta, maka begitu hal pun dengan dengan istilah jatuh hati.
Rasanya jatuh hati berhak untuk semua orang. Siapapun itu. Apakah itu berlaku
pada jatuh cinta? Apakah aku boleh jatuh cinta kepada selain-Nya? Apakah aku
boleh mencintai seorang manusia dan melabuhkan hatiku padanya? Kepada selain-Nya?
Aku
tahu Tuhan sudah memberikan insting ini kepada setiap manusia. Manusia, aku pun
pasti pernah merasakan yang namanya jatuh cinta. Namun, jika aku mulai
memutuskan untuk jatuh cinta kepadanya, aku berusaha untuk berbicara kepada
Tuhan.
Memang
jatuh cinta kepada seseorang, kepada seorang laki-laki memerlukan waktu untuk
membuatku yakin, apakah laki-laki tersebut pantas untuk dicintai.
Tuhan…
Aku
rasa dia seorang laki-laki yang baik. Aku yakin aku tidak salah menaruh hati
padanya. Aku yakin, aku bisa menahan dan menjaga pandanganku. Aku tahu, aku
hanyalah seorang perempuan yang keras kepala, tidak mudah luluh, dan masih dalam
masa pembelajaran untuk menjadi seorang wanita yang baik dari segi Islami. Jika
aku boleh membandingkan diriku dengan dirinya, aku masih harus belajar dari
sosoknya. Tapi aku tidak keberatan. Aku akan belajar sebaik mungkin,
memantaskan diri, dan memperbaiki diriku yang keras kepala ini.
Tuhan…
Aku
tahu, cinta adalah memberi tanpa mengharapkan balasan. Aku belum tahu aku sudah
sampai pada tahapan mana. Yang jelas, aku sedang berusaha untuk memantaskan
diri supaya aku lebih siap saja jika memang perasaan itu tidak berbalas. Toh,
ini kan yang dinamakan dengan cinta? Aku sudah berusaha sebaik mungkin menaruh
hatiku dan mencoba untuk tegar hati jika semua itu akan menyerang diriku suatu
saat nanti. Aku belajar bagaimana mendapatkan rasa ikhlas itu. Aku juga belajar
banyak darinya tentang keikhlasan dan tentang suatu ladang amal. Ya, mungkin
keberadaannya di hidup menjadikannya sebagai ladang amal supaya aku berbenah
diri. Dengan menaruh hati padanya, mungkin itu suatu jalan bagiku untuk lebih
memantaskan diri. Aku merasakan hal itu.
Tuhan…
Apakah
niatku ini sudah benar di matamu? Apakah niatku yang ingin berbenah diri masih
karena dia?
Tuhan…
Maafkan
diri ini yang masih lemah. Masih belum bisa meluruskan hati ini untuk berbenah
diri karenamu. Mungkin skenariomu dengan jalan mempertemukan diriku dengan
dirinya supaya aku bisa memantaskan diri suatu saat nanti aku bisa meluruskan
hatiku sendiri agar semua ini hanya untuk-Mu.
Tuhan…
Jika
memang skenariomu pada suatu waktu nanti menggariskan aku dan dia harus
berpisah dan tidak akan pernah bertemu dengannya lagi, tolong sampaikanlah
kepadanya bahwa aku telah belajar banyak darinya, telah mencuri semua
kebaikannya selama ini. Aku menjadikan semua ini sebagai ladang amal bagiku untuk
bisa berubah secara akhlak dan bisa menjadi perempuan keras kepala namun tetap
berbakti pada suamiku kelak.
Tuhan…
Aku
tahu, jika suatu saat hari nanti aku sudah pantas, namun suratan takdir menuliskan
dia hanya jalan bagiku untuk berubah, bukan teman hidupku, memang rasanya
sangat sakit. Tapi aku akan membuat sebuah tameng dalam diriku, dalam hatiku. Aku
akan berusaha ikhlas meski aku harus belajar banyak dulu dengan kata ‘ikhlas’
itu sendiri.
Komentar
Posting Komentar