Ketika Keraguan Hadir pada Pilihanku (Sekolah Farmasi ITB)
![]() |
Foto : kinon sedang berdiri |
Tidak terasa sekarang sudah semester dua. Satu kata yang
ingin aku ucapkan, Alhamdulillah. Alhamdulillah Allah masih memberikanku
kekuatan dan kesempatan padaku untuk bisa melanjutkan studiku di semester dua
ini tanpa mengulang satu mata kuliah pun. Yang membuat aku makin bersyukur lagi
adalah aku bisa mencapai indeks prestasi yang aku harapkan. Meski cumlaude
sedikit, aku sangat bersyukur karena dengan prestasi itu membuatku rasa percaya
diri yang dulu sempat tenggelam kini lahir kembali. Rasa percaya diri itu bukan
berarti rasa sombong yang menganggap teman-teman lainnya lebih di bawah. Rasa
percaya diri itu penting buatku karena dengan memiliki rasa percaya diri, aku
memiliki rasa bersaing dengan sehat di ITB ini.
Aku banyak belajar di semester satu kemarin. Aku belajar
banyak hal. Aku tahu dimana waktu belajar yang tepat buatku. Aku tahu bagaimana
sifat dosen dan teman kuliah. Aku tahu saat-saat dimana tugas menumpuk itu bisa
menekan psikologis yang membuat merasa aku salah masuk fakultas. Aku juga tahu
kelemahanku yang membuatku tidak fokus dalam belajar. Di semester dua ini aku
akan memperbaiki semuanya. Aku berusaha menjadi yang lebih baik.
Sekolah farmasi hanya mempunya dua jurusan. Sains dan
Teknologi Farmasi (STF) dan Farmasi Klinik dan Komunitas (FKK). Secara umum STF
dan FKK itu terlihat sama saja karena keduanya sama-sama bergerak di bidang
farmasi, sama-sama seorang farmasis dan sama-sama bisa memproduksi obat. Namun,
orientasi keduanya agak berbeda menurutku. STF berorientasi pada produk. Di STF
akan diajarkan membuat obat yang baik dan benar. Pada jurusan ini mahasiswa
akan difokuskan pada produk atau sediaan. Sedangkan FKK berorientasi pada
pasiean. Di FKK diajarkan cara membuat obat, namun tidak semendalam di FKK.
Karena berorientasi pada pasien, di FKK juga diajarkan cara berkomunikasi
dengan pasien. Hal itu dikarenakan FKK lebih cocok untuk menjadi konseling
mengenai obat dan menurutku sih, FKK ini semi dokter.
Sudah sekian kali aku bertanya pada kakak tingkat 2012
maupun 2013 tentang bagaimana setelah masuk jurusan. Jawabannya relative
sekali, tergantung dari sisi mana kita melihatnya. Saat aku tanya pada kakak
FKK, jawabannya, di FKK itu enak, kekeluargaannya dapet, nggak hectic kayak
STF, dan bisa berkomunikasi dengan pasien, jadi kayak dokter gitulah. Makanya
yang masuk FKK ini rata-rata mereka pengen masuk dokter tapi nggak kesampean
hehehe. Saat aku tanya pada kakak STF, jawaban mereka, di STF itu kalian bisa
kerja di industry, STF itu keren, ntar bisa bikin obat dan bisa tahu
produk-produk, dan kalo masuk STF otomatis kalian bisa di FKK juga, tapi kalo
kalian masuk FKK belum tentu bisa di STF. Terus ada juga yang bilang, banyak
juga yang salah masuk jurusan STF. Alesannya di STF lebih berat daripada di
FKK. Begitulah jawabannya. Menurutku baik FKK dan STF itu sama aja, tergantung
minat dan kemampuan kita gimana. FKK dan STF itu saling membutuhkan. STF itu
yang membuat obat, FKK itu yang menyampaikan pada pasien.
Awalnya aku mengisi kuesioner STF sebagai pilihan
pertama. Tapi saat ini aku galau ingin milih FKK. Aku tanya sama bapak dan ibu.
Jawaban mereka berbeda karena orientasi mereka juga berbeda. Setelah aku
jelaskan pada mereka perbedaanya mereka memberikan jawaban. Ibuku bilang, ibu
pengennya sih kalo anak cewek itu kerja di pemerintahan karena waktu untuk
keluarga akan lebih banyak. Waktu itu aku jelaskan pada bapak dan ibu itu, STF
lebih berorientasi pada industry dan FKK pada rumah sakit. Aku tangkap jawaban ibu
ini mengarah pada FKK. Naaaaah, berbeda dengan bapak. Bapak pengennya aku kerja
di industry dan dapet kerja yang layak dan gaji yang lumayan. Malahan bapak
waktu bilang pilih aja jurusan yang paling susah. Toh, kamu dibiayain ini.
Mumpung sekolahnya gratis, ambil yang paling susah aja. Waktu itu aku jelaskan
pada bapak kalau STF itu lebih susah daripada FKK. Aku bisa nangkap jawaban
bapak itu pasti STF. Aku ngerti kok tujuan bapak bicara seperti itu. Tentang
kerja yang layak dan gaji yang lumayan. Aku paham karena nggak mungkin orangtua
ingin melihat anaknya susah. Semua sudah ada pertimbangannya. Tujuan sebenarnya
bapak ingin aku masuk STF adalah agar aku bisa kerja di industry, dapet gaji
yang lumayan dan bisa memperbaiki ekonomi keluarga, yang setahun lagi bapak
bakalan pensiun.
Sampai saat ini aku masih bimbang. Aku ingin menuruti
kata hatiku apa kata orangtuaku. Sejujurnya saja, jika aku masuk STF, ilmu
tentang obat-obatan akan semakin banyak daripada FKK. Lama-lama aku ingin masuk
STF karena aku ingin mendapatkan ilmu yang banyak tentang obat-obatan dan bisa
membuat obat sendiri dan akhirnya membuat apotek. Aku juga ingin menampis bahwa
anak STF itu individual karena setiap hari mereka berhadapan dengan macam-macam
obat dan tidak memikirkan kondisi dan keadaan pasien. Banyak yang mengatakan
juga kalau anak STF memiliki rasa care yang kurang.
Jika aku masuk STF, aku bisa kerja di dunia industry yang
bergerak di bidang farmasi. Aku juga bisa membuka apotek setelah aku kuliah
profesi setahun nanti. Ya Allah, mudah-mudahan dengan aku berpikir demikian dan
berorientasi ke depan aku bisa membahagiakan orangtuaku. Aku mencoba menjawab
tantangan itu meski di STF kita bisa dibikin stress dan hectic selama tiga
tahun. Aku akan berusaha sebaik mungkin dan berusaha menjadi seorang calon
apoteker yang baik. Semoga dengan usaha yang aku lakukan dan doa dari orangtua
dan doa dari orang-orang yang menyayangiku bisa membantu aku mewujudkannya.
Aamiin J
Komentar
Posting Komentar